Oh Dosen Pembimbing
Sebagai mahasiswa tingkat akhir, gue udah mulai akrab dengan
namanya Skripsi, Dosen pembimbing, dan hinaan mahasiswa tua. Yang terakhir itu
lebih akrab terdengar di telinga gue. Sampe kuping gue mau keluar stiker Line
yang gambarnya “Stop it stop it”
Skripsi dan dosen pembingbing adalah dua bagian yang tak bisa
dipisahkan. Jika diibaratkan, Skripsi adalah sebuah penyakit, maka Dosen pembimbing
adalah dokternya. Dosen pembimbing merupakan penyelamat ketika mahasiswa
kesulitan mengerjakan skripsi. Itu yang gue alami beberapa hari yang lalu.
Gue beserta tiga temen gue yang lain rencananya mau
konsultasi tentang skripsi kita masing-masing. Ini untuk kedua kalinya, gue akan
bertemu dosbing (Dosen pembimbing bukan dosen clubbing, ya menurut loe aje).
Waktu pertemuan pertama, Cuma sebatas perkenalan. Gue banyak ditanya-tanya
tentang kehidupan di kampus, kayak ikut organisasi apa di kampus, punya
prestasi apa aja di kampus, dan yang paling jegger dari semua pertanyaan itu adalah
Berapa IPK mu nak? Berapaaaah?
Ini kan pertanyaan paling sensitif bagi Mahasiswa seperti
gue, setelah pertanyaan Mana pacar mu nak? Manaaaaah?
Tadinya gue mau akting pura-pura amnesia, tapi gue sadar kemampuan
akting gue Cuma setara dengan akting Wiranto sewaktu jadi tukang Becak. Amnesia
abal-abal pun gue urungkan. Gue Pasrah aja buat nyebutin IPK di depan teman-teman
sebimbingan.
Tolong tuhan, aku seperti ditelanjangi di depan umum....
Sekarang, kali keduanya gue akan bertemu dosbing. Gue juga
udah menyiapkan proposal skripsi. Apakah proposal skripsi gue akan diterima?
Atau akan ditolak? Atau yang lebih ekstrim, akan dianggap kakak-adean aja.
Idiih.
Awalnya gue akan mengajukan proposal skripsi yang berjudul “Analisis pengaruh Males ngehubungin duluan,
Line di read doang dan usaha cuma sebatas ngasih kode di twitter terhadap
tingginya tingkat PHP di Indonesia”, Tapi demi kemajuan pendidikan di
Indonesia, dan berguna bagi nusa dan bangsa, judul laknat tersebut gue
urungkan.
Kami berempat, janjian jam pukul 13.30 untuk bertemu dosbing.
Tapi karena si dosbing ini lagi ada tamu, jadi harus nunggu kurang lebih
setengah jam, iya setengah jam Men!. Menunggu
udah menjadi hal biasa bagi gue, seperti menunggu kamu....wahai abang angkot.
Tamu keluar, kami pun masuk ke ruangannya
Dan pertanyaan pertama yang terlontar dari dosbing gue tercinta
ketika kami masuk ke ruangannya adalah:
“Kalian siapa? Ada keperluan apa?”
Perkenalkan ibu, aku adalah biksu
Tong, dan anak buahku Sun Gokong, Wu cing dan Chu Pat Kai. Kami berempat akan berkelana
ke barat demi mendapatkan kitab suci. Mohon doa restunya bu...
Untungnya jawaban tadi cumen ada di hati gue
“Kami bimbingan skripsi ibu, yang
kemarin SMS mau konsultasi skripsi” Melinda (Bukan nama sebenarnya) menjawab dengan sabar
Mungkin karena kelelahan, dosbing gue tercinta ini jadi lupa
kita siapa, terlihat dari raut mukanya yang mengindikasikan kalo dia emang lagi
cape. Sepertinya kami salah menentukan hari untuk berkonsultasi.
Dari kami berempat, Cuma gue dan Raran (Bukan nama
sebenarnya) yang belum ngumpulin proposal. Sedangkan Melinda dan Iin udah, jadi
mereka tinggal nunggu revisian dari si ibu aja
“Kemarin kan saya sudah mengumpulkan
proposal, jadi sekarang mau minta revisiannya bu” Melinda memulai percakapan
“Proposal kamu yang judulnya apa ya?”
Firasat gue jadi buruk
Kemudian si Ibu ngubek-ngubek laci mejanya. Berusaha nyari
proposal skripsi si Melinda. tapi tetep ga ketemu juga.
“Kayaknya proposal kamu engga ada,
soalnya beberapa hari yang lalu meja kantor ibu sempet di bongkar. jadi mungkin
ada beberapa berkas yang udah engga ada disini”
Intinya, Proposal si Melinda ini ilang
Lalu Dari kepala Melinda keluar tanduk. Dari idungnya keluar asep. Melinda berubah jadi banteng yang lagi ngeliat bendera merah di depannya. Oke Yang ini gue becanda.
“Yaudah biar engga ilang lagi, kalian
kirim ke email ibu aja itu proposal”
Gue yang dari tadi nenteng proposal skripsi Cuma bisa
mencerna perkataan “Kirim lewat email aja”,
terus ngapa gue harus print segala. Mengapa oh mengapa. Gue pun protes
“Tapi bu, saya udah bawa proposalnya”
Sambil sodorin
proposal gue
“Kamu juga kirim email ibu saja biar
gak ilang”
"Sudah Kirim email saja"
Gue buru-buru buka HP, terus setel musik ‘Sakitnya tuh disini, didalam hatiku. Sakitnya tuh disini, didalam jiwa ku’
Karena masalah kirim aja lewat email dan si ibu udah keliatan
cape. Bimbingan tadi pun hanya berlangsung selama 90 detik. Nunggunya aja ampe
setengah jam. Tapi gue maklum karena dari raut muka dosbing gue tercinta ini udah sangat terlihat kelelahan
Meskipun Cuma 90 detik, gue tetep merasa dibimbing. Dibimbing untuk
menjadi manusia yang lebih sabar. Yoih!
Hahaha baru permulaan itu. Gue dulu nunggu dari pagi baru masuk ruangan siang, dan cuma beberapa menit.
ReplyDeleteWaduh harus siap mental dari sekarang nih
Delete*seketika inget TA yang belom juga tentuin judul* xo
ReplyDeleteHayo loh hoho
DeleteMemang hanya orang yg terkena problema yang bisa menciptakan kalimat hebat. "dibimbing menjadi sabar" cakep. itu baru permulaan kan....?
ReplyDeleteIya sepertinya baru permulaan, jalan menuju Roma masih sangat jauh kapteen!
DeleteWahahaah penutupnya keren, dibimbing buat jadi sabar
ReplyDeleteSebagai mahasiswa tingkat akhir, sabar adalah pegangan hidup
Delete